Berpikir
induktif merupakan suatu pemikiran yang bergerak dari premis spesifik ke
konklusi umum atau generalisasi. Observasi dan pengalaman digunakan untuk
mendukung generalisasi. Premisnya tidak menjadi dasar untuk kebenaran konklusi,
tetapi memberikan sejumlah dukungan untuk konklusinya. Konklusi induktif jauh
melampaui apa yang ada pada premisnya.
Hitler adalah diktator dan
bengis.
Stalin adalah diktator dan
bengis.
Castro adalah diktator.
Oleh karena itu, Castro sangat
boleh jadi juga bengis.
Sebagian
besar berpikir atau menalar induktif tidak didasarkan pada bukti yang
menyeluruh sehingga bentuk ini tidaklah lengkap. Setiap argumen induktif tidak
dapat dikatakan sahih atau tidak sahih, tetapi lebih baik atau kurang baik, bergantung
pada berapa tinggi derajat probabilitasnya (kebolehjadian) yang diberikan
premis pada simpulannya. Semakin tinggi probabilitas simpulannya semakin baik
argumen induktif yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya, dan simpulannya
tidak mungkin mengandung kepastian mutlak. Konklusi induktif tidak akan pernah
terbukti benar kecuali bila meneliti semua premis khususnya.
Penalaran
induktif dapat dilakukan dengan tiga cara : generalisasi, analogi, hubungan
kausal (sebab akibat).
A. Generalisasi
Generalisasi
adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang
serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau
peristiwa itu. Generalisasi diturunkan dari gejala-gejala khusus yang diperoleh
melalui pengalaman, observasi, wawancara atau studi dokumentasi. Sumbernya
dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat ahli, peristiwa-peristiwa
politik, sosial, ekonomi, atau hukum. Dari berbagai gejala atau peristiwa
khusus itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan, atau perasaan
tertentu.
Contoh
:
Pemuda-pemuda
yang sangat radikal tampaknya akan menjadi konservatif bila sudah memperoleh
harta dan kekuasaan.
Rambu-rambu
untuk menguji keabsahan hasil sebuah generaliasi :
Apakah
jumlah gejala atau peristiwa khusus yang dijadikan dasar generalisasi tersebut
cukup memadai. Agar generalisasi yang dibuat dapat diterima, pertama cari data
tambahan agar representatif, kedua penyimpulan diawali dengan kata atau frase
pembatas tertentu, seperti sebagian besar, dari hasil penelitian itu, bertolak
dari data di atas, dan cenderung.
Apakah
gejala atau peristiwa yang digunakan sebagai bahan generalisasi merupakan
contoh yang baik, yang dapat mewakili keseluruhan atau bagian yang dikenal
generalisasi?
Seberapa
banyak pengecualian yang sesuai dengan generalisasi yang dilakukan? Jika jumlah
pengecualian terlampau banyak maka generalisasi itu tidak sah. Jika jumlahnya
sedikit, maka perumusan generalisasi itu harus dilakukan dengan hati-hati. Kita
harus cermat menggunakan kata atau frasa semua, setiap, seluruh, selalu,
biasanya, cenderung, pada umumnya, sebagian besar, rata-rata, atau kenyakan.
Apakah
perumusan generalisasi itu sesuai dengan data-data ysng diteliti? Jika
generalisasi itu menggunakan kata semua atau setiap, betulkah semua data yang
sudah diteliti? jangan-jangan sebagian kecil saja.
B. Analogi
Analogi
dilakukan karena sesuatu yang dibandingkan dengan pembandingnya memiliki
kesmaan fungsi atau peran. Melalui analogi, seseorang dapat menerangkan sesuatu
yang abstrak atau rumit secara konkrit dan lebih mudah dicerna. Analogi yang
dimaksud disini adalah analogi induktif atau analogi logis. Analogi induktif
(kias) adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa atau
gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik ebuah
kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini adalah sebuah kesamaan
karakteristik diantara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan “apa yang berlaku pada suatu hal akan berlaku
pula untuk hal lainnya” dengan demikian dasar kesimpulan yang digunakan
merupakan ciri pokok atau esensi yang berhubungan erat dari dua hal yang
danalogikan.
Contoh
:
Dr.
Maria C. Diamind tertarik untuk meneliti pengaruh pil kontrasepsi terhadap
pertumbuhan cerebal cortex yang sangat rendah dibandingkan dengan tikus-tikus
lain yang tidak diinjeksi. Berdasarkan studi tiu, Dr. Diamond seorang profesor
antomi dari University of California menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi dapat
menghambat perkembangan otak penggunanya.
Dari
contoh di atas, Dr. Diamond menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi,
apa yang terjadi pada tikus akan terjadi pula pada manusia.
C. Hubungan
Kausal
Menurut
hukum kausalitas semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjalin dalam
rangkaian sebab akibat. Tidak ada satu gejala atau kejadian yang muncul tanpa
penyebab. Pertama, satu atau beberapa gejala yang timbul dapat berperan sebagai
sebab akibat, atau sekaligus sebagai akibat dsari gejala sebelumnya dan sebeb
gejala sesudahnya. Kedua, gejala atau peristiwa yang terjadi dapat ditimbulkan
oleh satu sebab atau lebih, dan menghasilkan satu akibat atau lebih. Ketiga,
hubungan sebab dan akibat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ketika seorang
ibu melihat awan menggantung, ia segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya.
Tindakan itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) pertanda
akan turun hujan (akibat). Hujan (sebab) akan menjadikan yang dijemurnya basah
(akibat).
Contoh
:
Di
Amerika, diabetes yang terkontrol menjadi penyebab utama kebutaan dan menduduki
peringkan-4 penyakit terbanyak menimbulkan kematian. Penyakit ini menimbulkan
resiko tinggi penyakit jantung, ginjal, dan syaraf. Akhir-akhir ini ada kabar
baik untuk penyembuhan diabetes. Suntikan insulin tidak lagi diperlukan untuk
sebagian besar penderita diabetes. Untuk jenis diabetes tertentu, ayng biasanya
menyerang orang-orang lanjut usia atau yang kelebihan berat badan, dapat
disembuhkan dengan diet dan olah raga.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar